MAKALAH
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Abnormal
“Gangguan tidur, delerium dan demensia”
Dosen Pengampu : Wening Wihartati
Disusun oleh :
1.
Anisa
Amelia Falha 1807016043
2.
Fanzira
Nur Islani Tanjung 1807016044
3.
Siti
Nurhalisa 1807016045
4.
Agustin
Ellaelatun Nurul Hafidhoh 1807016046
POGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut
nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kami yaitu membuat makalah dalam mata kuliah
Psikologi Abnormal.
Terlepas dari
semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari Dosen kami agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap
semoga makalah tentang gangguan tidur, delirium, dan demensia ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Kelompok
10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Setiap manusia pasti ingin untuk selalu hidup dengan keadaan yang
sehat. Sehat dari jasmani dan rohani. Dengan demikian seseorang juga harus
menjaga kesehatan dengan baik, dengan cara olahraga, makan-makanan yang sehat
dan tidak lupa pula istirahat dengan waktu yang cukup. Istirahat dengan cukup
sangat mempengaruhi kesehatan rohani maupun jasmani. Akan tetapi tidak sedikit
seseorang yang mengalami gangguan pada saat tidurnya, sehingga mengganggu waktu
istirahatnya dan mengakibatkan adanya gejala stress, depresi, dan bisa juga
mengakibatkan gangguan pada otak berfikirnya atau ingatannya atau yang sering
disebut dengan kepikunann.
Pembahasan dari makalah ini adalah sebuah gangguan atau penyakit
kesehatan mental atau disebut juga abnormal. Yaitu gangguan tidur, delerium dan
demensian. Gangguan tidur adalah kelainan dari pola tidur sesorang, hal ini
akan menimbulkan penurunan pada kualitas tidur yang akan berdampak pada
kesehatan dan keselamatan penderitanya, baik dari fisik maupun psikis.
Kurangnya atau gangguan pada tidur seseorang juga dapat mengakibatkan munculnya
delirium. Delirium adalah gangguan serius pada kemampuan mental yang
mengakibatkan kebingungan dan kurangnya kesadaran akan lingkungan sekitar.
Demensia adalah kelompok gejala pemikiran dan sosial yang mengganggu aktivitas
seseorang. Demensia ini disebut juga pikun, baik pikun yang sedang maupun yang
berat.
Di makalah ini, pemateri akan menjelaskan tentang gangguan tidur,
delerium, dan demensia melalui pengertiannya, gejala, penyebab, jenis, dan
penanganannya serta keterkaitannya dengan agama (UOS).
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa
pegertian gangguan tidur, delirium dan demensia?
2.
Bagaimana
gejala gangguan tidur, delirium dan demensia?
3.
Apa
penyebab gangguan tidur, delirium dan demensia?
4.
Apa
saja jenis gangguan tidur, delirium dan demensia?
5.
Bagaimana
penanganan gangguan tidur, delirium dan demensia?
6.
Bagaimana
antisipasi menurut keagamaan terhadap gangguan tidur, delirium dan demensia?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian gangguan tidur, delirium dan demensia.
2.
Untuk
mengetahui apa saja gejala gangguan tidur, delirium dan demensia.
3.
Untuk
mengetahui apa penyebab gangguan tidur, delirium dan demensia.
4.
Untuk
mengetahui apa saja jenis gangguan tidur, delirium dan demensia
5.
Untuk
mengetahui bagaimana penanganan gangguan tidur, delirium dan demensia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Gangguan tidur
a)
Pengertian
gangguan tidur
Tidur adalah fungsi biologis yang dalam berbagai hal tetap
misterius. Kita tahu bahwa tidur memiliki fungsi restoratif dan sebagian besar
dari kita membutuhkan setidaknya 7 jam atau lebih untuk tidur pada malam hari
agar tubuh kita dapat berfungsi dengan baik. Namun kita tidak dapat
mengidentifikasi perubahan biokimiawi spesifik yang terjadi selama tidur.
Selain itu banyak dari kita yang terganggu oleh masalah tidur, meskipun
penyebab dari beberapa masalah ini masih belum jelas. Masalah tidur ini
menyebabkan stress pribadi yang signifikan atau fungsi sosial, pekerjaan dan
peran lainnya. hal ini diklasifikasikan dalam sistem DSM sebagai gangguan
tidur( Sleep Disorder). Gangguan Tidur atau Sleep Disorder adalah
masalah yag berhubungan dengan tidur yang berulang kali dan terus ada yang
menyebabkan distress dan tidak berfungsinya aktifitas tidur dengan baik.
b)
Gejala
gangguan tidur
Ada berbagai gejala yang dialami oleh seseorang yang menderita
gangguan tidur, antara lain:
1.
Bangun
dan tidur pada waktu yang tidak teratur.
2.
Kesulitan
tidur pada malam hari.
3.
Tungkai
yang bergerak tanpa perintah pada saat ingin tertidur.
4.
Bernapas
dengan irama yang tidak normal saat tidur.
5.
Mengalami
mimpi buruk, ketakutan, berteriak, atau berjalan ketika tidur.
6.
Mendengkur,
tersedak, mengertakkan gigi, atau berhenti bernapas selama sesaat
ketika sedang tidur atau kesulitan bernapas saat tidur
7.
Sering
terbangun saat sudah tertidur dan sulit untuk tidur kembali.
8.
Merasa
tidak dapat menggerakkan badan ketika bangun tidur.
9.
Sering
mengantuk pada siang hari, sehingga dapat tiba-tiba tertidur pada waktu yang
tidak wajar, misalnya saat mengemudi.
10.
Sering
marah tanpa alasan yang jelas atau emosi yang tidak stabil pada siang hari
11.
Kesemutan
atau merasakan sensasi yang menjalar ke tangan dan kaki.
12.
Otot
terasa lemah atau sering merasa lelah.
13.
Sulit
berkonsentrasi dalam melakukan kegiatan tertentu di rumah, tempat kerja, atau
sekolah
14.
Sering
terlihat mengantuk
15.
Sulit
mengingat atau menyimpan informasi
16.
Berkurangnya
reaksi atau respon terhadap rangsangan
17.
Membutuhkan
rangsangan kimia (dalam bentuk kafein) untuk tetap terbangun
18.
Teror
malam atau sering mimpi buruk
c)
Penyebab
gangguan tidur
Dikehidupan manusia, selalu memiliki berbagai aktifitas maupun
permasalahan. Maka dari itu kita dianjurkan untuk menjaga kesehatan kita dan
makan makanan yang bergizi. Dan tetap tidur dengan jangka waktu yang baik,
tidak lebih maupun kurang. Semua itu diperlukan untuk mencegah adanya gangguan
tidur. Berikut ini ada beberapa penyebab gangguan tidur. Diantaranya yaitu :
a.
Fisiologis
: Kehamilan, usia pertengahan
b.
Stress
hidup : Kehilangan kerabat, ujian,
pindah rumah
c.
Psikologi
: Depresi, ansietas akut, sindrom
otak organik
d.
Fisik
: Nyeri pada bagian
berbagai badan
e.
Farmakologis
: Mengonsumsi obat-obatan seperti kafein,
alkhohol, stimulan
f.
Parasomnia
: Apnea tidur, mioklonus tidur
g.
Lingkungan
: Keramaian, kebisingan seperti rumah
berdekatan dengan jalan raya.
d)
Jenis-jenis
gangguan tidur
Tidur adalah fungsi biologis yang dalam berbagai hal tetap
misterius. Kita tahu bahwa tidur memiliki fungsi restoratif dan sebagian besar
dari kita membutuhkan setidaknya 7 jam atau lebih untuk tidur pada malam hari
agar kita dapat berfungsi dengan baik. Kita juga mengetahui bahwa banyak dari
kita yang terganggu oleh masalah tidur, meskipun penyebab dari masalah ini
belum jelas. Masalah tidur yang menyebabkan stress pribadi yang signifikan atau
fungsi sosial, pekerjaan, atau peran lain diklasifikasikan dalam sistem DSM
sebagai gangguan tidur (sleep disorder). DSM mengelompokkan gangguan tidur
kedalam dua kategori utama :
1.
Disomnia
(dyssomnias)
Disomnia adalah gangguan tidur yang memiliki karakteristik
terganggunya jumlah, kualitas, atau waktu tidur. Ada lima tipe khusus disomnia
: insomnia primer, hipersomnia primer, narkolepsi, gangguan tidur yang
berhubungan dengan pernapasan, dan circadian rhythm sleep disorder (gangguan
irama tidur sirkadia).
a.
Insomia
Insomnia yang muncul sewatu-waktu terutama pada saat kita sedang
stress, bukanlah sesuatu yang abnormal. Namun, insomnia terus ada dan memiliki
karakteristik berulang untuk tidur atau untuk tetap tidur adalah pola perilaku
yang abnormal. Orang-orang muda dengan insomnia primer, biasanya mengeluh
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menjadi tertidur. Orang yang lebih tua
yang mengalami insomnia lebih banyak mengeluh sering terbangun pada malam hari,
atau terlalu awal di pagi hari. Insomnia primer mengakibatkan rasa lelah di
siang hari dan mengakibatkan timbulnya tingkat stress pribadi yang signifikan
atau kesulitan untuk menampilkan peran sosial, belajar, pekerjaan, atau peran
lainnya dengan baik.
b.
Hipersomnia
(hypersomnia)
Hipersomnia primer merupakan rasa kantuk yang berlebihan sepanjang
hari yang berlangsung sampai sebulan atau lebih. Rasa kantuk yang berlebihan
(terkadang disebut sebagai “mabuk tidur”) dapat berbentuk kesulitan untuk
bangun setelah periode tidur yang panjang (biasanya 8 sampai 12 jam tidur).
Gangguan ini dipertimbangkan sebagai primer karena faktor penyebabnya bukan
berasal dari tidur yang tidak cukup pada malam hari akibat insomnia atau faktor
lainnya (seperti kebisingan tetangga yang membuat orang tetap terjaga), dari
gangguan psikologis atau gangguan fisik lainnya, atau dari penggunaan obat atau
pengobatan.
c.
Narkolepsi
Orang dengan narkolepsi mengalami serangan tidur dimana mereka
mendadak tidur tanpa adanya pertanda pada waktu-waktu yang berbeda sepanjang
hari. mereka tetap tidur untuk jangka waktu rata-rata 15 menit. Orang tersebut
dapat berada dalam perbincangan dengan orang lain pada suatu saat dan jatuh
tertidur di lantai pada saat berikutnya. Tidak seperti hipersomnia dimana
episode tidur siang hari terjadi setelah periode peningkatan rasa kantuk,
serangan narkolepsi muncul secara tiba-tiba dan saat bangun akan mengalami rasa
segar. Serangan dapat berbahaya dan menakutkan, terutama jika terjadi saat
orang sedang mengemudi atau menggunakan alat berat ataupun tajam. Penyebab dari
narkolepsi belum diketahui, tetapi kecurigaan difokuskan pada hilangnya sel
otak dalam hipotalamus yang menghasilkan suatu zat kimia pengatur tidur.
d.
Gangguan
tidur yang terkait dengan pernapasan
Orang yang dengan gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan
mengalami gangguan tidur secara berulang yang disebabkan oleh masalah
pernapasan. Kesulitan bernapas disebabkan oleh aliran udara yang tersumbat pada
jalan udara bagian atas, dimana sering kali disebabkan oleh kerusakan struktur, seperti langit-langit
mulut yang terlalu tebal atau pembesaran tonsil atau adenoids. Meskipun ada
refleks biologis yang memaksa pengambilan napas setelah interupsi bernapas yang
singkat ini, gangguan akibat apnea sering kali muncul saat tidur normal dapat
membuat orang dapat mengantuk pada keesokan harinya. Gangguan ini lebih umum
terjadi pada pria paruh baya. Hal ini juga lebih umum terjadi diantara
orang-orang yang mengalami obesitas, disebabkan karena menyempitnya jalan udara
dibagian atas akibat pembesaran pada jaringan halus.
e.
Gangguan
irama tidur sirkadia
Pada gangguan irama tidur sirkadia (circadian rhythm sleep disorder)
irama tidur menjadi sangat terganggu karena ketidakcocokan antara tuntutan
jadwal tidur yang ditetapkan oleh seseorang dengan siklus internal tidur-bangun
orang tersebut. Gangguan pada pola tidur normal yang disebabkan oleh
ketidakcocokan ini dapat menyebabkan insomnia atau hipersomnia. Seperti
gangguan tidur lainnya, ketidakcocokan terjadi secara terus menerus dan cukup
parah sehingga menimbulkan tingkat stress yang signifikan atau terhadap
kemampuan seseorang untuk berfungsi dalam peran sosial, pekerjaan dan peran
lainnya. penanganan dapat melibatkan program penyesuaian secara bertahap pada
jadwal tidur untuk menjadikan sistem sirkadia seseorang sesuai dengan perubahan
jadwal tidur-bangun.
f.
Parasomnia
(parasomnias)
Parasomnia adalah perilaku abnormal atau peristiwa biologis yang
muncul pada saat tidur atau pada ambang batas saat terjaga dan tidur. Diantara
berbagai bentuk parasomnia yang lebih umum adalah gangguan mimpi buruk,
gangguan teror tidur, dan gangguan berjalan sambil tidur.
g.
Gangguan
mimpi buruk (nightmare disorder)
Gangguan mimpi buruk merupakan proses terjaga dari tidur secara
berulang karena mimpi yang menakutkan (mimpi buruk). Mimpi buruk biasanya
meibatkan cerita panjang seperti mimpi dimana mendapat ancaman akan adanya akan
bahaya fisik yang sudah dekat dengan individu, seperti dikejar, diserang atau
dilukai. Meskipun kesadaran segera diperoleh setelah bangun, kecemasan dan
ketakutan tetap bertahan dan menghalangi mereka untuk tidur kembali. Mimpi
buruk sering dihubungkan dengan pengalaman traumatis dan umumnya lebih sering
terjadi ketika individu dalam kondisi stress. Meskipun mimpi buruk dapat berisi
dengan aktivitas motorik yang hebat, seperti melarikan diri dari serangan, para
pemimpi menunjukan sedikit aktivitas otot. Proses bilogis yang sama yang
mengaktifkan mimpi-termasuk mimpi buruk- akan menghambat gerakan tubuh,
mengakibatkan suatu jenis kelumpuhan. Untungnya hal ini terjadi, sehingga
menghalangi pemimpi untuk lompat dari tempat tidur dan berlari ke lamari atau
ke dinding dengan tujuan untuk menghindari penyerang yang ada dalam mimpi.
h.
Gangguan
teror dalam tidur
Biasanya dimulai dengan tangisan atau teriakan yang keras dan
menyayat di malam hari. Anak (sebagian besar kasus terjadi pada anak)
kemungkinan terduduk, terlihat ketakutan dan menunjukan tanda-tanda dari proses
terjaga yang ekstrem-keringat berlebihan dengan detak jantung dan pernapasan
yang cepat. Anak tersebut dapat mulai berbicara secara tidak koheren atau
bercerita dengan liar, tetapi tetap tertidur. Jika anak itu sudah benar-benar
terbangun, ia mungkin tidak dapat mengenali orang tuanya atau mungkin berusaha
untuk mendorong orang tuanya agar menjauh. Kebanyakan orang yang mengalami
teror dalam tidur, akan kembali tertidur dan tidak mengingat apapun tentang
pengalamannya semalam pada pagi harinya. Gangguan teror tidur pada anak-anak
biasanya muncul du masa remaja. Lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dari
pada perempuan, tetapi pada orang dewasa perbandingan gender menjadi sama.
Penyebab teror dalam tidur tetap menjadi misteri sampai saat ini.
i.
Gangguan
berjalan sambil tidur (sleepwalking disorder)
Gangguan berjalan sambil tidur melibatkan episode berulang dimana
orang yang sedang tidur bangkit dari tempat tidur dan berjalan di sekitar rumah
sambil tetap tertidur. Pada gangguan ini, kemunculan yang berulang dari episode
berjalan sambil tidur cukuplah parah sehingga menyebabkan stress pribadi ayng
signifkan atau ketidakmampuan untuk berfungsi secara baik. Penyebab berjalan
sambil tidur belum diketahui, meskipun begitu baik faktor genetis maupun
lingkungan ikut terlibat dalam hal ini.
Orang yang berjalan sambil tertidur cenderung memiliki tatapan kosong
pada wajah mereka selama episode ini berlangsung. Umumnya mereka tidak
responsif terhadap orang lain dan sulit unuk terbangun. Ketika terjaga pada
keesokan paginya, mereka biasanya hanya dapat mengingat sedikit dari pengalaman
mereka semalam.
e)
Penanganan
gangguan tidur
Metode yang paling umum utuk menangani gangguan tidur di Amerika
adalah penggunaan pengobatan tidur yang disebut hipnotik (hypnotics). Namun,
karena masalah-masalah yang berhubungan dengan obat-obatan ini, pendekatan
penanganan nonfarmakologik, terutama terapi kognitif perilaku, telah muncul ke
permukaan.
a.
Pendekatan
Biologis
Obat-obatan antikecemasan sering digunakan untuk mengatasi
insomnia, termasuk sekelompok obat penenang minor yang disebut benzodiazepine
(misalnya, Valium, Librium,dan Ativan) (Pallesen dkk.,2001). Namun obat-obatan
ini dapat menghasilkan ketergantungan kimiawi jika digunakan secara terarur dan
sepanjang waktu.
Ketika digunakan untuk penanganan jangka pendek terhadap insomnia,
obat-obatan antikecemasan biasanya efektif dalam mengurangi waktu yang
dibutuhkan untuk tertidur, meningkatkan waktu tidur total dan mengurangi
terjaga pada malam hari (Nowell dkk., 1998). Obat-obatan tersebut bekerja
dengan cara mengurangi tingkat terjaga dan membangkitkan perasaan tenang,
karena itu membuat orang semakin mudah untuk tidur.
Obat-obatan tersebut juga dapat menyebabkan bengong atau perasaan
“menggantung” pada keesokan harinya, yang diasosiasikan dengan rasa mengantuk
pada siang hari dan menurunnya kinerja. Insomnia yang kembali menyerang juga
dapat disebabkan berhentinya penggunaan obat, yang akan menghasilkan insomnia
yang lebih buruk daripada sebelumnya. Namun insomnia yang kembali menyerang
dapat dikurangi dengan cara mengurangi obat sedikit demi sedikit dan bukan
menghentikannya secara tiba-tiba.
b.
Pendekatan
Psikologis
Pendekatan psikologis memiliki banyak keterbatasan untuk penanganan
insomnia primer. Secara keseluruhan, pendekatan dengan penanganan
kognitif-behavioral telah menghasilkan manfaat yang penting dalam menangani
insomnia kronis, seperti yang diukur baik dalam pengurangan sejumlah besar
waktu yang dibutuhkan untuk dapat tertidur dan jumlah terjaga pada malam hari,
maupun dalam peningkatan kualitas tidur (Currie dkk., 2000; Edinger dkk., 2001;
Espie dkk., 2001).
Ahli tidur yakin bahwa CBT sama efektifnya dengan obat-obat tidur
dalam menangani insomnia untuk jangka pendek dan lebih efektif untuk jangka
panjang (Smith, 2001a).
Teknik kognitif-behavioral menekankan pada jangka pendek dan
berfokus pada penurunan langsung kondisi fisiologis yang timbul, memodifikasi
kebiasaan tidur yang maladaptif, dan mengubah pemikiran yang disfungsional.
Terapis kognitif-behavioral biasanya menggunakan kombinasi dari beberapa
teknik, termasuk control stimulus, pemantapan siklus tidur-bangun yang teratur,
latihan relaksasi, dan restrukturisasi rasional. Dibawah kontrol normal, kita
belajar untuk mengasosiasikan stimulus yang menghubungkan berbaring ditempat
tidur dengan tidur, sehingga pemaparan terhadap stimulu ini dapat meningkatkan
perasaa ngantuk. Teknik kontrol stimulasi bertujuan untuk mmeperkuat hbungan
antara tempat tidur dan tidur dengan sebisa mungkin membatasi aktivitas yang
dihabiskan ditampat tidur untuk apat tertidur. Biasanya seseorang
diinstruksikan untuk membatasi waktu yang dihabiskan ditempat tidur untuk
mencoba tidur hanya dalam waktu 10 atau 20 menit. Jika masih tidak dapat
tertidur orang tersebut diinstruksikan untuk meninggalkan tempat tidur dan
pergi ketempat lain untu membangu kerangka berfikir santai sebelum kembali
ketempat tidur.
B.
Delirium
a)
Pengertian
delirium
Delirium berasal dari bahasa
latin “de” berarti “dari” dan “lira” yang berarti “garis” atau “alur”. Jadi
delirium artinya pergeseran dari garis atau norma, dalam persepsi, kognisi dan
perilaku.
Delirium mencakup keadaan
kebingungan mental yang ekstrem dimana orang mengalami kesulitan berkonsentrasi
dan berbicara secara jelas dan masuk akal. Orang yang mengalami delirium
mungkin mengalami kesulitan untuk mengabaikan stimulus yang tidak sesuai atau
mengalihkan perhatian mereka pada tugas yang baru. Mereka mungkin berbicara
penuh semangat, tetapi pembicaraan mereka tidak ada tujuan atau artinya.
Disorientasi dalam hal waktu, tempat, itu biasa terjadi kepada orang yang
mengalami delirium. Orang – orang yang mengalami delirium mungkinmengalami halusinasi yang menakutkan
terutama halusinasi visual. Gangguan – gangguan dalam persepsi sering terjadi,
seperti salah mengintepretasikan stimulus. Contohnya salah mengartikan bunyi
alarm jam dengan bunyi alarm kebakaran. Atau ilusi contohnya merasa bahwa tempat tidur seperti ada listrik
yang mengalirinya.
Delirium dapat merupakan akibat
dari berbagai macam kondisi medis. Hal terebut mencakup trauma kepala, gangguan
metabolisme seperti hipoglikemia atau kadar gula darah rendah, ketidakseimbangan
cairan atau elektrolit, gangguan serangan kejang(epilepsi), kekurangan vitamin
B thiamine, luka pada otak, atau berbagai penyakit yang mempengaruhi sistem
syaraf pusat, termasuk parkinson, alzheimer atau efek samping akibat
obat-obatan tertentu. Delirium jg dapat disebabkan karena akibat perhentian
tiba-tiba penggunaan zat-zat psikoaktif seperti alkohol. Hal ini yang paling
umum penyebab terjadinya delirium.
Apapun penyebabnya, delirium
mencakup gangguan menyeluruh pada proses metabolisme otak dan ketidakseimbangan
pada tingkat neurotransmiter. Sebagai hasilnya kemampuan untuk memproses
informasi terganggu dan terjadi kebingungan. Kemampuan berfikir dan berbicara
dengan jelas, untuk meninterpretasikan stimulus sensoris secara akurat dan
untuk memperhatikan lingkungan menjadi berkurang. Delirium dapat terjadi secara
tiba- tiba akibat kejang maupun luka pada otak. Delirium biasanya memburuk
ketika saat gelap atau malam-malam yang dapat menghantuinya sehingga ia tidak
dapat tidur.
Keadaan delirium sering kali
hilang secara spontan ketika penyebab yang mendasarinya atau penyebab yang
berkaitan dengan obat dapat diatasi. Kondisi delirium relatif singkat. Biasanya
berlangsung sekitar satu minggu.
b)
Gejala
delirium
Penderita akan menunjukkan gejala perubahan kondisi
mental saat mengalami delirium dalam beberapa jam hingga beberapa
hari. Beberapa gejala tersebut antara lain:
a. Berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitarnya
Kondisi ini ditandai dengan sulit fokus pada topik
atau mengganti topik pembicaraan, mudah teralihkan oleh hal-hal yang tidak
penting, dan suka melamun sehingga tidak bereaksi terhadap hal-hal yang terjadi
di sekitarnya.
b. Kemampuan berpikir yang buruk (gangguan kognitif)
Kondisi ini ditandai dengan buruknya daya ingat,
terutama untuk jangka pendek, disorientasi, kesulitan berbicara atau mengingat
kata-kata, bicara bertele-tele, serta kesulitan dalam memahami pembicaraan,
membaca dan menulis.
c. Gangguan emosional
Penderita delirium akan tampak gelisah, takut atau paranoid, depresi, mudah tersinggung, apatis, perubahan mood mendadak,
dan perubahan kepribadian.
d. Perubahan perilaku
Orang lain akan melihat penderita delirium mengalami
halusinasi, gelisah dan berperilaku agresif, mengeluarkan suara
mengerang atau memanggil, menjadi pendiam dan menutup diri, pergerakan
melambat, serta terganggunya kebiasaan tidur.
c)
Penyebab
delirium
1.
Konsumsi
obat-obatan tertentu atau keracunan, seperti obat pereda nyeri obat tidur,
anti-alergi (antihistamina), obat asma, kortikosteroid, obat untuk kejang, obat
penyakit parkinson, serta obat untuk gangguan mood.
2.
Kecanduan
alkohol dan gejala putus alkohol.
3.
Keracunan,
misalnya sianida atau karbon monoksida.
4.
Operasi
atau prosedur medis lainnya yang melibatkan pembiusan.
5.
Penyakit
kronis atau berat, seperti gagal ginjal.
6.
Malnutrisi
7.
Dehidrasi
8.
Gangguan
tidur atau gangguan emosi.
9.
Gangguan
elektrolit, seperti hiponatrema
10.
Demam
akibat infeksi akut, khususnya pada anak.
11.
Kadar
gula dalam darah yang rendah (hipoglikemia).
d)
Jenis
delirium
Berdasarkan gejala yang ditunjukkan, delirium dibagi menjadi 3
jenis, sebagai berikut:
1. Delirium Hiperaktif
Seperti namanya, delirium jenis ini memiliki gejala yang berupa
perubahan perilaku menjadi lebih aktif dari biasanya. Pengidap delirium jenis
ini biasanya akan menunjukkan sikap gelisah yang berlebihan, perubahan mood
yang begitu drastis, dan sering berhalusinasi. Delirium jenis ini sangat mudah
dideteksi, karena gejalanya yang akan terlihat jelas.
2.
Delirium
Hipoaktif
Kebalikan dari jenis hiperaktif, delirium hipoaktif cenderung sulit
untuk dideteksi, karena orang yang mengalaminya biasanya akan bersikap sangat
tenang. Pengidap delirium jenis ini biasanya akan mengurangi berbagai aktivitasnya,
tidak aktif, dan lebih banyak tidur atau menyendiri.
3.
Delirium
Campuran
Delirium jenis ini merupakan campuran atau gabungan antara delirium
hiperaktif dan hipoaktif. Orang yang mengalami delirium jenis ini pada suatu
waktu akan menunjukkan gejala-gejala delirium hiperaktif, lalu tak lama
kemudian berubah menjadi hipoaktif.
Sementara itu, berdasarkan penyebabnya, delirium dibagi menjadi 4
jenis, sebagai berikut:
1. Delirium yang Disebabkan Konsumsi Obat
Konsumsi obat secara berlebihan dapat berpotensi menyebabkan
seseorang terkena delirium. Beberapa jenis obat yang memicu delirium adalah
obat pereda nyeri, obat parkinson, obat tidur, obat asma, obat anti-alergi, dan
anti-depresan.
2. Delirium Tremens (DT)
Delirium jenis ini merupakan delirium yang disebabkan oleh
penghentian konsumsi alkohol, yang biasanya dialami oleh para pecandu minuman
beralkohol. Orang yang mengalami delirium tremens biasanya akan mengalami
halusinasi pendengaran. Pada beberapa kasus, sering kali pengidap bertindak
sesuai halusinasinya tersebut, hingga dapat membahayakan dirinya dan orang di
sekitarnya.
4.
Delirium
yang Disebabkan oleh Narkotika dan Zat Psikoaktif
Penggunaan narkotika dan zat psikoaktif juga merupakan salah satu
pemicu terjadinya delirium pada seseorang. Zat amfetamin misalnya, penggunaan
dalam dosis tinggi dan terus menerus akan membuat seseorang mengalami delirium
yang disertai gejala deprivasi tidur, gangguan koordinasi motorik, memori,
persepsi, dan gangguan konsentrasi.
5.
Delirium
yang Disebabkan Etiologi Multiple
Delirium jenis ini merupakan delirium yang disebabkan oleh gabungan
dari berbagai gangguan kesehatan, baik fisik maupun mental. Penyakit parkinson,
usia lanjut, demensia, dan gangguan sensorik, merupakan beberapa kondisi yang
bila terjadi bersamaan pada seseorang, dapat memicu timbulnya delirium.
e)
Penanganan
delirium
Pengobatan/penanganan yang diberikan tidak saja menyangkut aspek
fisik, namun juga psikologik/psikiatrik, kognitif, lingkungan, serta pemberian
obat. Untuk mencegah agar pasien tidak membahayakan dirinya sendiri atau orang
lain (pasien yang hiperaktif, gaduh, gelisah bias menendang-nendang, sangat
agitatif, agresif, bias terjatuh dari tempat tidur atau bisa menciderai diri
sendiri) maka sebaiknya pasien ditemani pedamping atau yang biasa mendampingi
pasien. Mengikat pasien ke tepian tempat tidur bukanlah tanpa resiko, misalnya
trauma atau thrombosis.
Data empiris manfaat obat untuk mengatasi gejala sindrom delirium
masih terbatas. Beberapa obat antipsikotik mempunyai efek yang mampu menekan
berbagai gejala hiperaktif dan hipoaktif dari sindrom delirium; menjadi obat
pilihan utama pada fase akut (agitasi hebat, perilaku agresif, hostility,
halusinasi, atau gejala lain yang membahayakan dirinya). Untuk kondisi di atas
haloperidol masih merupakan pilihan utama. Dosis juga dapat ditingkatkan sesuai
tanggapan pasien. Dibandingkan dengan obat lain seperti chlorpromazine dan
droperidol, haloperidol meiliki metabolic dan efek antikolinergik, sedasi serta
efek hipotensi yang lebih kecil sehingga lebih aman. Dosis obat per oral pada
umumnya dapat diterima dengan baik, namun jika pasien tak mampu menelan maka
dapat diberikan intramuscular maupun intravena. Olanzapin dapat Beberapa
laporan kasus menunjukkan manfaat antipsikotik generasi kedua seperti risperidon
dan penghambat asetilkolin-esterase; masih diperlukan penelitian intervensional
lebih lanjut. Perlu dicatat bahwa penggunaan antipsikotik harus dimulai dengan
dosis rendah dan ditingkatkan secara bertahap jika diperlukan. Walau resiko
efek samping yang mungkin muncul rendah namun beberapa efek serius seperti
perpanjangan PT dan torsades de pointes, gejala ekstrapiramidal dan diskinesia
putus obat dapat terjadi.
Secara umum penanganan yang bersifat suportif amat penting dalam
pengelolaan pasien dengan sindrom delirium, baik untuk pengobatan maupun dalam
konteks pencegahan. Asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit,
kenyamanan pasien harus diupayakan seoptimal mungkin. Keberadaan anggota
keluarga atau yang selama ini biasanya merawat akan sangat berperan dalam
memulihkan orientasi. Sedapat mungkin ruangan pasien haruslah tenang dan cukup
penerangan. Masih dalam konteks orientasi, dokter dan perawat harus mengetahui
apakah sehari-hari pasien mengenakan kacamata untuk melihat atau alat bantu dengar
untuk berkomunikasi dan mengusahakan agar pasien dapat mengenakan manakala
diperlukan setiap saat. Perlu dicatat bahwa pasien sindrom delirium sering
merasa apa yang baru dialami saat delirium sebagai mimpi. Pada saat kondisi
pasien membaik maka harus menjelaskan/mendidik pasien tentang keadaan yang baru
dialaminya untuk mengantisipasi atau mencegah episode cemas(edukasi).
C.
Demensia
a)
Pengertian
demensia
Suatu gejala yang disebabkan oleh penyakit atau kelainan pada otak.
Demensia ditandai dengan terganggunya mental seseorang yang menyebabkan
gangguan berpikir dan hilang ingatan. Demensia juga dapat menyebabkan perubahan
sifat dan perilaku seseorang. Jika tidak ditangani, gejala demensia akan
menjadi semakin buruk dan mengganggu kegiatan keseharian seseorang.
Demensia hanya dapat disembuhkan jika penyakit penyebabnya dapat
disembuhkan. Sebagai contoh, apabila terjadi akibat penyalahgunaan zat
terlarang, demensia dapat dipulihkan pasien berhenti mengonsumsi obat terlarang
atau alkohol.
b)
Gejala
demensia
Demensia adalah kondisi yang lama-kelamaan semakin memburuk.
Penurunan fungsi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala
demensia muncul dan ditemukan. Berikut adalah tanda-tanda demensia:
a.
Hilangnya
ingatan – Gejala yang paling umum dari demensia adalah hilangnya ingatan,
kepikunan dan penuaan. Gejala awal yang sering ditemukan adalah pelupa, seperti
lupa meletakkan kunci atau dompet. Gejala ini dapat menjadi semakin buruk
seiring berjalannya waktu.
b.
Kesulitan
berkomunikasi dan mencari kata-kata yang tepat – Penderita demensia sering kali
kesulitan dalam mencari kata-kata yang tepat untuk menyampaikan keinginannya.
Ketika hal ini bertambah parah, terkadang pasien menjadi mudah frustrasi dan
mudah marah.
c.
Kesulitan
dalam membuat perencanaan dan mengatur suatu hal – Penderita demensia kadang
sangat sulit untuk mengerjakan tugas-tugas yang rumit. Hal ini dapat terlihat
dari hal-hal yang sederhana seperti mencuci baju atau menyiapkan makanan.
d.
Disorientasi
atau kebingungan – Selain hilangnya ingatan, penderita demensia sering kali
mengalami kebingungan
e.
Perubahan psikis – Selain adanya perubahan
dari sisi kognitif pasien seperti yang telah disebutkan, penderita demensia
juga mengalami perubahan psikis atau mental karena berkurangnya kemampuan otak
untuk berpikir, beralasan, dan mengingat secara jelas.
c)
Penyebab
demensia
Ada berbagai penyebab adanya demensia. Namun secara umum, kondisi
ini disebabkan oleh kerusakan sel-sel otak (neuron) yang bisa terjadi di
beberapa bagian otak. Selain itu, kondisi ini juga bisa diawali karena muncul
gangguan pada bagian tubuh lain yang kemudian mempengaruhi fungsi nueron
tersebut. Neuron atau sel-sel otak akan melemah dan kehilangan fungsi nya
secara bertahap, sampai akhirnya mati.
Demensia juga bisa disebabkan oleh kondisi lainnya, meliputi :
a.
Gangguan
pada struktur otak, seperti hidrosafalus dan sematomas subdural.
b.
Gangguan
pada sistem metabolisme, misalnya hipotiroidisme, kekurangan vitamin B-12,
kalium, nutrium, kadar gula darah rendah (hipoglikemia), serta masalah ginjal
dan hati.
c.
Terapar
zat kimia yang menyebabkan keracunan, seperti timah, logam berat, dan
pestisida.
d.
Anoxia,
atau disebut juga sebagai hipoksia, yang terjadi ketika tubuh tidak mendapatkan
oksigen yang cukup. Anoxia bisa berkembang karena asma yang parah, serangan
jantung, keracunan karbon monoksida, dan lainnya.
e.
Kurang
gizi, misalnya karena kekurangan cairan (dehidrasi), vitamin, dan mineral
lainnya yang diperlukan tubuh.
Penyebab demensia ini
kemungkinan masih dapat diobati jika gejalanya terdeteksi sejak dini.
d)
Jenis-jenis
demensia
Demensia meliputi deteriorasi mendalam pada fungsi mental yang
ditandai oleh masalah yang berat pada ingatan dan satu atau lebih defisit
kognitif. Terdapat lebih dari 70 penyebab demensia yang diketahui, termasuk
penyakit otak seperti penyakit Alzheimer dan Pick, dan infeksi atau gangguan
yang mempengaruhi fungsi otak seperti, meningitis, infeksi HIV, dan
ensefalitis. Demensia biasanya menyerang orang-orang yang berusia lebih dari 80
tahun. Demensia yang bermula setelah usia 65 tahun disebut demensia onset
lambat atau demensia senil (senile dementias). Sedangkan yang bermula pada usia
65 tahun atau lebih awal disebut sebagai demensia onset awal atau demensia
prasenil (presenile dementias).
a.
Gangguan
amnestik/amnestic disorder (amnesia)
Ditandai oleh penurunan fungsi ingatan secara dramatis yang tidak
berhubungan dengan keadaan delirium atau demensia. Amnesia meliputu
ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru atau mengingat kembali
informasi yang sebelumnya dapat diakses atau kejadian-kejadian masa lalu dari
kehidupan seseorang. Masalah-masalah ingatan jangka pendek mungkin terungkap
dari ketidakmampuan untuk mengingat nama, atau mengenali orang-orang yang
ditemui 5 sampai 10 menit sebelumnya. gangguan amnestik sering kali mengikuti pengalaman
traumatis, seperti benturan kepala. Luka kepala mungkin menyulitkan seseorang
untuk mengingat peristiwa yang terjadi sesaat sebelum kecelakaan. Orang yang
memiliki gangguan amnestik mungkin mengalami disorientasi, umumnya meliputi
disorientasi terhadap tempat (tidak mengetahui dimana ia berada) dan waktu
(tidak tahu hari, bulan dan tahun) dan bukan disorientasi diri (tidak
mengetahui nama dirinya). Penyebab lain dari amnesia mencakup operasi otak :
hipoksia (hypoxia) atau hilangnya oksigen di otak secara mendadak, infeksi atau
penyakit otak, infarktus (infarction) atau penyumbatan pada pembuluh darah yang
menyalurkan darah ke otak, dan penggunaan yang kronis dan berat dari zat-zat
psikoaktif tertentu, yang paling umum alkohol.
b.
Gangguan
amnestik menetap akibat alkohol (sindrom korsakoff)
Suatu penyebab umum dari gangguan amnestik adalah kekurangan
thiamine yang berhubungan dengan penyalah gunaan alkohol kronis. Kekurangan
thiamine dapat menyebabkan suatu bentuk kehilangan ingatan yang tidak dapat diperbaiki
yang disebut gangguan amnestik menetap akibat alkohol, yang lebih umum disebut
sebagai sindrom korsakoff. Kata menetap digunakan karena kekurangan ingatan ini
sifatnya menetap bahkan sampai bertahun-tahun setelah orang tersebut berhenti
setelah minum alkohol. Orang-orang yang menderita sindrom korsakoff memiliki
kekosongan besar pada ingatan mereka tentang pengalaman-pengalaman masa lalu.
Sindrom korsakoff sering kali muncul setelah serangan akut dari penyakit
Wernicke (Wernicke’s disease), gangguan otak lain yang juga disebabkan oleh
kekurangan thiamine. Penyakit wernicke ditandai oleh kebingungan dan
disorientasi, kesulitan mempertahankan keseimbangan saat berjalan (ataksia),
dan kelumpuhan pada otot-otot yang mengatur gerakan mata.
c.
Demensia
tipe alzheimer (alzheimer disease/AD)
Penyakit alzheimer merupakan penyakit otak degeneratif yang
menyebabkan bentuk demensia yang progresif dan tidak dapat diperbaiki, ditandai
dengan hilangnya ingatan dan fungsi kognitif lainnya. Perempuan memiliki resiko
lebih tinggi untuk mengalami penyakit ini dibanding laki-laki, meskipun hal ini
mungkin merupakan konsekuensi dari perempuan yang cenderung hidup lebih lama.
Demensia yang dikaitkan dengan AD meliputi suatu deteriorasi progresif dari
kemampuan mental yang meliputi ingatan, bahasa dan pemecehan masalah.
Kehilangan ingatan sementara atau pelupa pada usia pertengahan merupakan
konsekuensi yang normal dari proses penuaan
dan merupakan suatu tanda dari tahapan awak penyakit Alzheimer. Orang
yang menderita AD mungkin mengalami kebingungan atau waham dalam pemikiran
mereka dan mungkin merasakan bahwa kemampuan mental mereka menghilang tetapi
tidak dapat memahami mengapa itu terjadi. Mereka mungkin melupakan nama-nama
orang yang mereka cintai atau tidak dapat mengenali mereka. Mereka bahkan
mungkin lupa nama mereka sendiri. Orang yang mengalami penyakit alzheimer
sering kali mengalami depresi atau kecenderungan bunuh diri, tetapi
dokter-dokter mereka mungkin melewatkan tanda-tanda bahaya atau mengabaikannya.
d.
Demensia
vaskular (cerebrovascular accident (CVA))
Terjadi apabila bagian dari otak menjadi rusak karena adanya
gangguan dalam penyaluran darah, biasanya sebagai akibat dari gumpalan darah
yang tersangkut pada arteri yang melayani otak dan mengganggu sirkulasi. Area
pada otak yang terpengaruh dapat menjadi rusak atau hancur, mengakibatkan orang
tersebut mengalami ketidakmampuan dalam bergerak, berbicara dan berfungsi
secara kognitif. Demensia vaskular adalah bentuk demensia yang merupakan akibat
dari stroke yang berulang-ulang. Demensia vaskular kebanyakan menyerang pada
usia lanjut, tetapi pada usia yang lebih muda dari pada demensia yang
diakibatkan penyakit Alzheimer.
e.
Demensia
akibat kondisi medis umum
Kita telah menguji hubungan antara penuaan dan gangguan psikologis
seperti demensia dan depresi. Selanjutnya kita akan melihat sejumlah gangguan
fisik yang mempengaruhi fungsi
psikologis dalam berbagai cara.
f.
Demensia
akibat penyakit pick (pick’s disease)
Penyakit pick menyebabkan demensia progresif yang secara simtomatik
mirip dengan AD. Simtom-simtomnya mencakup hilangnya ingatan dan ketidaklayakan
secara sosial, seperti hilangnya kesopanan atau memperlihatkan perilaku seksual
yang mencolok. Tidak seperti demensia, penyakit ini paling banyak terjadi
antara usia 50 dan 60 tahun, meskipun dapat terjadi pada usia yang lebih tua.
Penyakit pick tampaknya dapat menurun dalam keluarga, dan komponen genetis
dianggap merupakan penyebabnya.
g.
Demensia
akibat penyakit parkinson (parkinson’s disease)
Suatu penyakit neurologis yang berkembang sangat perlahan dan
mempengaruhi antara setengah hingga satu juta orang di Amerika Serikat.penyakit
ini mempengaruhi baik laki-laki dan perempuan paling banyak menyerang antara
usia 50 dan 69 tahun. Penyakit parkinson ditandai oleh getaran-getaran anggota
badan yang tidak terkontrol atau tremor, kekakuan, gangguan dalam postur dan
hilangnya kontrol terhadap gerakan tubuh. Bentuk demensia yang dihubungkan
dengan penyakit parkinson biasanya melibatkan perlambatan proses berfikir,
hendaya kemampuan untuk berfikir abstrak atau merencanakan atau
mengorganisasikan serangkaian tindakan, dan kesulitan kembali dalam mengingat
sesuatu. Orang-orang yang mengalami penyakit parkinson sering kali menarik diri
secara sosial dan memiliki resiko yang lebih besar dari rata-rata untuk
mengalami depresi. Depresi mungkin terjadi akibat kesulitan dalam mengatasi
penyakit atau akibat perubahan-perubahan biokimia yang merupakan bagian dan
rangkaian dari penyakit tersebut. Penyakit parkinson disebabkan oleh kerusakan
atau hendaya sel-sel saraf yang memproduksi dopamin didaerah otak yang disebut
substansia nigra “zat hitam” yang terlibat dalam pengaturan gerakan tubuh.
Penyebab penyakit tetap tidak diketahui, tetapi faktor genetis tampaknya terlibat
dalam setidaknya beberapa bentuk dari penyakit.
h.
Demensia
akibat penyakit huntington (huntington’s disease)
Penyakit ini melibatkan
deteriorasi progresif dari ganglia basalis, khususnya pada nukleus
kaudatus dan putamen, yang terutama mempengaruhi neuron-neuron yang
menghasilkan Ach dan GABA. Simtom fisik yang paling nyata dari penyakit ini
adalah gerakan-gerakan berkedut yang tidak sengaja pada wajah, leher, tungkai
dan badan yang kontras dengan minimnya gerakan yang merupakan karakteristik
penyakit parkinson. Seiring dengan berkembangnya penyakit, paranoia dapat
berkembang dan orang dapat menjadi depresi dan cenderung bunuh diri. Kesulitan
untuk mengingat sesuatu pada tahap awal penyakit dapat berkembang menjadi
demensia seiring berkembangnya penyakit. Pada akhirnya terdapat hilangnya
kendali terhadap fungsi tubuh, dan mengakibatkan kematian yang terjadi pada
sekitar 15 tahun setelah kemunculan awal penyakit. Penyakit Huntington biasanya
berawal terutama pada masa dewasa antara 30 dan 45 tahun. Laki-laki dan
perempuan cenderung memiliki kemungkinan yang sama untuk terserang penyakit
ini. Penyakit huntington disebabkan oleh kerusakan genetis pada satu gen yang
telah mengalami kerusakan. Penyakit ini diturunkan secara genetis dari orang
tua pada anak-anak dari kedua gender. Mereka yang memiliki orang tua yang
mengidap penyakit huntington memiliki 50% kemungkinan untuk mewarisi gen
tersebut.
i.
Demensia
akibat penyakit HIV
Virus yang menyebabkan AIDS dapat menyerang sistem saraf pusat yang
menyebabkan gangguan kognitif-demensia akibat penyakit HIV. Tanda-tanda yang
paling tipikal dari demensia akibat penyakit HIV meliputi kepikunan dan hendaya pada kemampuan
berkonsentrasi serta kemampuan pemecahan masalah. Demensia jarang terjadi pada
orang dengan HIV yang belum berkembang menjadi AIDS sepenuhnya.
j.
Demensia
akibat penyakit creutzfeldt-jakob
Penyakit ini merupakan penyakit otak yang jarang terjadi dan fatal.
Penyakit ini ditandai oleh pembentukan rongga kecil pada otak yang menyerupai
lubang-lubang pada spons. Penyakit ini biasanya menyerang orang-orang pada usia
40-60 tahun, meskipun mungkin juga berkembang pada orang dewasa disegala usia.
k.
Demensia
akibat trauma kepala
Trauma kepala dapat melukai otak. Sentakan yang keras, pukulan,
atau jaringan-jaringan otak yang terpotong, biasanya karena kecelakaan atau
akibat serangan, adalah penyebab dari luka pada otak. Trauma kepala tunggal
dapat memiliki efek psikologis, dan apabila cukup parah, dapat menyebabkan
ketidakmampuan fisik atau kematian.
l.
Neurosifilis/general
paresis (paresis umum)
Paresis umum adalah bentuk demensia-atau “beristirahat” otak dalam
konotasi yang paling negatif, yang merupakan akibat dari neurosifilis, bentuk
sifilis dimana organisme penyakit, pada tahap lanjut infeksi, secara langsung
menyerang otak pada sistem saraf pusat. Sifilis ada penyakit yang ditularkan
secara seksual yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Paresis umum
terkait dengan simtom-simtom fisik seperti tremor, pembicaraan yang tidak
jelas, koordinasri motor yang terganggu, dan akhirnya kelumpuhan-yang semuanya
mengacu pada kurangnya pengendalian tubuh. Tanda-tanda psikologis termasuk
perubahan pada kondisi mood, responsivitas pada emosi yang tumpul, dan mudah
marah, delusi, perubahan dalam kebiasaan personal, seperti terhambatnya
kemampuan untuk berhias dan menjaga kebersihan pribadi, serta deteriorasi
intelektual yang progresif, termasuk hendaya dalam ingatan, penilaian, dan
pemahaman.
e)
Penanganan
demensia
Saat ini, belum ada obat yang
pasti untuk menyembuhkan penyakit demensia. Namun, ada dua jenis pengobatan
yang bisa membantu menunda kematian sel otak dan memperlambat penurunan
kognitif.
a.
Penghambat kolinesterase
Obat-obatan ini mencakup
donepezil, rivastigmine, dan galantamin Bekerja dengan meningkatkan kadar
neurotransmitter yang terlibat dalam fungsi otak. Obat-obatan ini tampaknya
sangat bermanfaat bagi orang-orang yang menderita demensia stadium awal hingga
menengah. Efek samping yang bisa terjadi berupa diare, mual, dan muntah.
b. Memantin
Obat ini melindungi sel-sel otak
terhadap aktivitas glutamat yang tidak normal, sejenis neurotransmitter yang
terlibat dalam fungsi otak. Diyakini bahwa glutamat dalam kadar yang tinggi
bisa menyebabkan kerusakan sel-sel otak. Memantin membantu memperlambat
kerusakan demensia bagi orang-orang yang menderita demensia stadium menengah
hingga berat dengan mengatur aktivitas glutamat. Kadang-kadang dokter bisa
meresepkan memantin bersama dengan penghambat kolinesterase untuk mendapatkan
hasil yang lebih baik. Efek samping yang bisa terjadi berupa pusing dan rasa
cemas. Dokter juga mungkin meresepkan obat untuk membantu memperbaiki gejala
kesehatan yang ada, seperti insomnia, rasa cemas, depresi, halusinasi, dan
delusi, dll. Selain itu, ada terapi non-obat lainnya yang efektif bagi para penderita
demensia. Terapi ini mencakup terapi orientasi realitas, pelatihan kognitif,
stimulasi multi-indera, psikologis, dan perilaku. Terapi ini bisa meningkatkan
suasana hati dan perilaku pasien, meningkatkan fungsi kerja dan keterampilan
yang tersisa, serta membantu kemandirian mereka dalam hidup sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Daftar
Pustaka
·
https://www.docdoc.com/id/info/condition/gangguan-tidur/
·
https://www.alodokter.com/gangguan-tidur
·
https://www.alodokter.com/delirium
·
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/84f792be708bd93a0e18dde1c592ca79.pdf
·
http://eprints.undip.ac.id/44525/3/Danu_Kamajaya_22010110110028_BAB_II.pdf
·
https://www.docdoc.com/id/info/condition/demensia/
·
https://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/EMMedia/Dementia-Indonesian.pdf?ext=.pdf
·
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/84f792be708bd93a0e18dde1c592ca79.pdf
·
https://www.halodoc.com/kesehatan/delirium
·
https://www.alodokter.com/delirium
·
https://www.halodoc.com/inilah-7-jenis-delirium-yang-perlu-diketahui
Tidak ada komentar:
Posting Komentar